Menteri Agama Resmikan Menara Plural Rahmatan lil ‘Alamin di Pesantren Miftahul Huda Banjar
Banjar, detektifswasta.xyz – Menteri Agama RI, Nasaruddin Umar, meresmikan Gedung Menara Plural Rahmatan lil ‘Alamin di lingkungan Pondok Pesantren Miftahul Huda Al Azhar, Banjar, Jawa Barat. Peresmian menara ini dilakukan bertepatan dengan perayaan Milad ke-31 Institut Miftahul Huda Al Azhar dan Wisuda Sarjana Angkatan ke-XXI. Minggu, 3 Agustus 2025.
Dalam sambutannya, Menag Nasaruddin Umar menyampaikan harapan agar menara tersebut menjadi simbol nyata peran pesantren sebagai pusat penyebaran nilai kasih sayang, toleransi, dan pluralisme dalam kehidupan berbangsa.
“Semoga menara ini menjadi simbol bahwa pesantren akan terus menjadi lembaga pendidikan yang menebarkan cinta kasih dan menjunjung tinggi nilai-nilai pluralisme,” ujar Nasaruddin di hadapan para santri, wisudawan, dan tamu undangan.
Menara Plural Rahmatan lil ‘Alamin dibangun sebagai ikon integrasi antara nilai keislaman yang rahmatan lil ‘alamin dan semangat kebhinekaan yang menjadi fondasi Negara Kesatuan Republik Indonesia. Peresmiannya tidak hanya menjadi simbol fisik, tetapi juga peneguhan kembali bahwa Islam yang berkembang di Indonesia adalah Islam moderat, toleran, dan penuh kasih.
Pesan Khusus untuk Wisudawan PTKI
Dalam rangkaian acara, Nasaruddin Umar juga memberikan pidato ilmiah di hadapan para wisudawan Institut Miftahul Huda Al Azhar. Ia menegaskan pentingnya peran Pesantren dan Perguruan Tinggi Keagamaan Islam (PTKI) dalam membentuk karakter mahasiswa secara menyeluruh, tak hanya dalam aspek keilmuan, tapi juga spiritual dan sosial.
“Ponpes memiliki kekhususan dan keistimewaan tersendiri. Di PTKI, alat untuk mendapatkan pengetahuan jauh lebih kaya dibandingkan perguruan tinggi umum,” ungkapnya.
Lebih lanjut, Nasaruddin menjelaskan bahwa umat Islam perlu memahami dua bentuk wahyu Tuhan: wahyu tasyri’i (Al-Qur’an sebagai hukum syariat) dan wahyu takwini (alam semesta sebagai hukum alam). Menurutnya, manusia sebagai makhluk yang paling sempurna diberi tanggung jawab memahami dan menyeimbangkan keduanya.
“Alam semesta ini adalah Qur’an makro. Para nabi sebelum menerima wahyu tasyri’i telah lebih dahulu memahami alam semesta. Maka, penting bagi kita untuk memadukan antara ilmu agama dan ilmu pengetahuan alam,” terang Menag.
Tantangan Islam di Era Globalisasi
Menag juga menyampaikan kekhawatirannya terhadap tantangan umat Islam dalam era globalisasi dan disinformasi. Ia menilai bahwa pemahaman keislaman yang tidak utuh, baik dari sisi fiqih maupun ushul fiqih, berpotensi melahirkan ekstremisme.
“Satu-satunya makhluk Allah yang diberi dua hukum adalah manusia. Jika hanya menguasai salah satunya, maka akan terjadi ketimpangan. Karena itu, belajar fiqih dan ushul fiqih harus seiring agar syariat tidak disalahpahami,” kata Menag.
Ia juga menekankan pentingnya pendekatan integratif dalam kajian keislaman di PTKI dan pesantren. Tujuannya adalah untuk melahirkan lulusan yang tidak hanya menguasai ilmu agama secara mendalam, tetapi juga memiliki pandangan luas tentang kehidupan sosial, budaya, dan sains.
Pluralisme sebagai Pilar Kebangsaan
Dalam akhir sambutannya, Menag mengingatkan bahwa pluralisme bukan sekadar wacana, melainkan fondasi penting dalam membangun kehidupan kebangsaan. Pesantren, menurutnya, memiliki potensi besar dalam merawat dan mengembangkan nilai tersebut.
“Keberagaman adalah kekayaan. Pesantren-pesantren di Indonesia telah terbukti menjadi penjaga nilai toleransi dan keberagaman. Menara Plural ini adalah refleksi dari itu semua,” tutupnya.
Acara peresmian ini turut dihadiri oleh para pengasuh pesantren, akademisi, tokoh masyarakat, serta para santri dan orang tua wisudawan. Suasana penuh khidmat namun hangat menyelimuti kegiatan yang berlangsung hingga sore hari itu.
Dengan peresmian Menara Plural Rahmatan lil ‘Alamin, pemerintah berharap semangat moderasi beragama dan pendidikan keislaman berbasis cinta kasih dapat terus tumbuh dan berperan dalam menjaga harmoni sosial di tengah dinamika zaman yang terus berubah. (red)