Kenaikan Cukai Rokok Dinilai Tidak Kurangi Perokok Anak-Anak

oleh
Detektifswasta.xyz

Pemerintah diminta untuk terus menurunkan jumlah perokok pada anak. Saat ini, kenaikan cukai rokok dinilai tak cukup untuk menurunkan prevalensi merokok pada anak-anak.

Dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020-2024, pemerintah menargetkan prevalensi merokok anak usia 10-18 tahun turun menjadi 5,4 persen. Namun pada 2019, Bappenas mencatat justru prevalensi perokok anak mengalami peningkatan menjadi 9,1 persen.

Ketua Tobacco Control Support Center – Ikatan Ahli Kesehatan Masyarakat Indonesia (TCSC-IAKMI) Sumarjati Arjoso mengatakan, pemerintah perlu merevisi Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 109 Tahun 2012 tentang Pengamanan Bahan Yang Mengandung Zat Adiktif Berupa Produk Tembakau Bagi Kesehatan.

Sumarjati meyebut, rencana revisi PP 109/2012 selalu mengalami keterlambatan dalam prosesnya. Ia pun mendorong komitmen Kementerian Kesehatan untuk mempercepat proses revisi tersebut.

“Sudah lama dan perkembangan revisi lambat. Namun saat ini sudah ada komitmen dari Menteri Kesehatan dan Wakil Menteri untuk mempercepat proses. Dengan komitmen dari pimpinan Kemenkes, IAKMI berharap revisi bisa selesai tahun ini,” kata Sumarjati dalam keterangannya, Sabtu (29/5/2021).

Menurut dia, revisi PP 109/2012 dapat menjadi kunci untuk mendukung pencapaian target kesehatan dalam RPJMN 2020-2024, khususnya target penurunan perokok anak.

Rencana revisi PP 109/2012 juga akan memperbesar perluasan gambar peringatan kesehatan, dari 40 persen saat ini menjadi 90 persen. Selain itu, pemerintah juga akan melarang promosi dan iklan rokok di berbagai media, termasuk tempat penjualan.

“PP 109/2012 yang saat ini berlaku dinilai tidak cukup ketat dalam mengatur pengendalian produk rokok, maupun pembatasan komunikasi produsen dengan konsumen,” kata dia.

“Yang mau direvisi di antaranya pembesaran public health warning (PHW), pengaturan rokok elektrik dan pelarangan iklan rokok,” lanjutnya.

Meski demikian, revisi beleid tersebut mendapatkan penolakan dari berbagai pihak. Salah satunya para pelaku industri hasil tembakau.

Ketua Umum Gabungan Produsen Rokok Putih Indonesia (Gaprindo), Benny Wachjudi, mengatakan bahwa wacana revisi tersebut memberatkan pelaku usaha di tengah kondisi industri yang kian tertekan. Apalagi di tengah pandemi COVID-19 saat ini.

“Sebenarnya aturan yang ada saat ini sudah cukup, tinggal implementasinya saja yang ditingkatkan. Yang lebih penting saat ini bagi pemerintah adalah memastikan penegakan peraturan di lapangan karena pada praktiknya belum sepenuhnya dijalankan. Evaluasi idealnya dilakukan ketika peraturan telah ditegakkan secara optimal,” ujar Benny.

Selain itu, Anggota Badan Legislasi DPR RI Firman Soebagyo juga meminta pemerintah mengedepankan keadilan terhadap industri hasil tembakau. Menurutnya, industri rokok jangan hanya didorong untuk menambah penerimaan negara.

“Industri hasil tembakau ini faktanya hanyalah menjadi sapi perah oleh pemerintah dan negara,” pungkasnya. (Ril/el)