Mengenang Setahun Habibie Lewat N-250

oleh
oleh

Jakarta, – Hari ini setahun yang lalu atau 11 September 2019, Presiden Indonesia ketiga Bacharuddin Jusuf/Habibie tutup usia. Indonesia berduka. 

Selama masa hidupnya, Habibie tidak hanya dikenal sebagai tokoh politik, tetapi juga sosok yang memberi sumbangan pemikiran jenius. Terutama di bidang penerbangan. Hasil menimba ilmu di RWTH Aachen, Jerman.

Kecerdasannya dalam bidang teknik penerbangan mengantarkan Habibie kembali ke Indonesia dan menjabat Menteri Negara Riset dan Teknologi pada 1978. Kala itu, ia bervisi ingin membawa Indonesia menjadi negara industri.

Hal ini ia upayakan dengan mendorong perusahaan industri nasional seperti PT Industri Pesawat Terbang Nusantara (PT Dirgantara Indonesia), PT Pindad, dan PT PAL Indonesia.

Pilihan studi teknik penerbangan bermula dari impian Habibie menciptakan pesawat terbang. Hal itu terwujud dengan dua karya pesawat terbang, yakni R80, N-250.

N-250 merupakan pesawat penumpang sipil yang dirancang Habibie bersama bersama PT Industri Pesawat Terbang Nusantara. Kode N pada nama pesawat tersebut berarti Nusantara, mengartikan pesawat tersebut ciptaan lokal.

R80 merupakan pesawat yang dirancang oleh perusahaan manufaktur pesawat terbang milik Habibie dan putranya Ilham Akbar Habibie, PT Regio Aviasi Indusitri (RAI). Rencananya pesawat ini akan diterbangkan di Bandar Udara Internasional Kertajati, Jawa Barat.

Habibie juga turut membantu merancang pesawat angkut militer TRANSALL C-130, yang kemudian dipakai sebagai pesawat angkut militer. Kemudian turut menciptakan Dornier Do 31, pesawat jet eksperimental VTOL Jerman busetan Dornier.

Selain karya fisik, ia juga terkenal akan crack progression theory. Teori yang digagasnya pada 1960-an tentang alasan beberapa bagian pesawat rusak sebelum masa pakainya habis. Teori ini dipakai di industri penerbangan dunia.

Selain menjadi pionir teknologi, Habibie juga lekat di benak masyarakat sebagai tokoh politik dan demokrasi. Ketika menjabat menjadi presiden, ia membawa Indonesia pada masa transisi dari Orde Baru ke era reformasi.

Selama masa singkatnya menjabat presiden, ia memperjuangkan kebebasan pers, menciptakan pemilihan umum yang demokratis, dan mencabut aturan yang memasung demokrasi di Indonesia. (cnn)