Menteri Agama: Gegara Medsos Banyak Orang Tertular Radikal Lewat Informasi yg Tak Disaring

oleh
Foto: Menteri Agama, Yaqut Cholil Qoumas.
Detektifswasta.xyz

Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas mengatakan banyak pihak yang terkena radikalisme melalui jaringan media sosial dan situs online. Memang, banyak informasi keagamaan online banyak yang tidak disaring.

“Memang banyak yang terekspos radikalisme ini dari media sosial,” kata Menteri Agama Yaqut. Yaqut Cholil Qoumas menyatakan hal tersebut saat di Jakarta, hari Minggu pada tanggal 21 Maret 2021.

“Saya pernah menerima laporan bahkan pernah bertemu dengan mantan narapidana teror (narapidana terorisme), mereka (mengaku) menjadi radikal karena berinteraksi dengan orang-orang yang sama-sama terpapar radikal melalui media sosial,” kata Yaqut menambahkan.

Menurut Yaqut, hal tersebut tak lepas dari kebiasaan masyarakat yang masih berselancar di media sosial. Menurut survei Alvara, anak muda menghabiskan sekitar 7 jam sehari untuk mengakses Internet.

“Jadi tentunya itu diterjemahkan ke dalam perilaku mereka di media sosial, bagaimana informasi agama tidak tersaring dengan baik,” kata Yaqut menjelaskan.

Oleh karena itu, menteri yang akrab disapa Gus Yaqut mengungkapkan bahwa kebijakan agama yang bertujuan untuk meminimalisir perilaku radikal dan intoleran memang mengarah pada transformasi digital.

“Kebijakan perilaku sudah seharusnya diarahkan pada transformasi digital, ini tidak ada pilihan lain, sebelumnya Kemenag lebih melakukan transformasi digital untuk syiar-syiar begini,” kata Yaqut.

Sekarang istilah ‘radikal’ sering ramai dibicarakan. Penggunaan istilah ini sering dikaitkan dengan terorisme. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) Edisi V terbitan Badan Pengembangan dan Pengembangan Bahasa Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan tahun 2016, Kata ’radikal’ berarti secara fundamental (sesuai dengan prinsip).

Radikal adalah istilah politik yang berarti ‘sangat sulit untuk menuntut perubahan (hukum, pemerintahan)”. Arti berikut ini, radikal, juga berarti maju dengan berpikir atau bertindak.

Melihat unsur kekerasan sudah masuk ke arah radikalisme, tujuan melakukan kekerasan adalah untuk mengubah kondisi sosial-politik secara radikal.

Unsur kekerasan ini juga terkait erat dengan terorisme, karena dalam KBBI ‘terorisme’ diartikan sebagai penggunaan kekerasan untuk menimbulkan ketakutan dalam upaya mencapai tujuan (khususnya tujuan politik) mempraktikkan aksi teror. (Ril/el)