Detektifswasta.xyz
Palembang,- Puluhan perwakilan petani dari Kelompok Tani Hutan Karya Bersama Desa Karang Anyar Kecamatan Sumber Marga Telang Kabupaten Banyuasin yang tergabung dalam Sumber Daya Alam Watch (SDA Watch) menggelar aksi damai di Kantor Gubernur Sumatera Selatan, Senin (07/02/22).
Aksi unjuk rasa tersebut terkait lahan seluas kurang lebih 90 Ha milik masyarakat yang tergabung dalam Kelompok Tani Hutan (KTH) Karya Bersama diduga telah diambil paksa dan di klaim oleh mafia tanah bahkan diduga telah terbit Sertifikat Hak Milik (SHM).
Menurut Denres selaku koordinator aksi dalam orasinya menyampaikan, lahan seluas kurang lebih 90 Ha milik masyarakat yang tergabung dalam Kelompok Tani Hutan Karya Bersama diduga telah dirampas paksa oleh oknum mafia tanah bahkan diduga pula telah terbit surat hak milik sehingga lahan yang selama ini telah dijadikan sebagai lahan persawahan bagi masyarakat tidak bisa lagi dikelola oleh masyarakat karena aksesnya di tutup pakai portal oleh oknum tersebut.
“Padahal lahan persawahan milik KTH Karya Bersama itu sudah memiliki izin usaha pemanfaatan hutan kemasyarakatan secara resmi dikeluarkan oleh Kementrian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Republik Indonesia (KLHK RI) yang dibuktikan dengan diterbitkannya Surat Keputusan Menteri KLHK RI Nomor : 7427/ MENLHK-PSKL/ PKPS/PSL.0/12/2020 tertangal 11 Desember 2020 atas usulan KTH Karya Bersama,” ungkap Denres seraya menunjukan salinan surat keputusan kepada awak media.
Lantas, lanjut Denres menyampaikan, harapan masyarakat untuk dapat mengelola lahan tersebut sebagai lahan persawahan seakan terhempas lantaran ada oknum yang mengaku sebagai pemilik lahan dengan alasan mempunyai Sertifikat Hak Milik (SHM). Bahkan tak hanya itu, akses menuju lahan tersebut juga di pagar seng dan diportal berlapis bahkan dipasang plang nama.
“Masyarakat bingung, kok kawasan hutan bisa terbit SHM. Sedangkan diketahui sebelum diterbitkannya SK Menteri KLHK RI, lahan tersebut sebagai Hutan Lindung Air Telang. Aneh bin ajaib bukan !.,”cetus Danres yang juga sebagai Ketua SDA Watch ini.
Dilanjutkannya, anehnya lagi laporan masyarakat terkiat permasalahan tersebut diduga tak digubris dan diperhatikan oleh dinas terkait bahkan terkesan seolah-olah mendukung dan membela oknum yang diduga sebagai mafia tanah karena membiarkan persoalan ini berlarut-larut.
“Tentu hal ini terkesan lucu dan janggal bisa-bisanya SHM terbit di kawasan hutan,” sambungnya seraya berkata apakah bisa di kawasan hutan yang dulunya sebagai hutan lindung diterbitkan SHM.
“Kami sudah pernah melaporkan hal ini ke Dinas Kehutanan bahkan Ke Pemerintah Kabupaten Banyuasin, namun sayang kami kalah dan tetap tidak bisa memanfaatkan lahan tersebut walaupun sudah mengantongi izin resmi dari KLHK,” tandasnya.
Dikatakan Denres, lebih parahnya lagi, Ketua Kelompok Tani Hutan Karya Bersama di penjara akibat diduga telah mencoba merobohkan pagar seng yang dipasang oleh oknum yang menguasai lahan tersebut.
“Lantas pada siapa lagi, Kami mau mengadu kemana lagi kalau tidak kepada Bapak Gubernur Sumatera Selatan,” pungkasnya.
Ditambahkan, Sekretaris KTH Karya Bersama melalui Iding Wahiding menyampaikan pihaknya mewakili petani KTH Karya Bersama sangat berharap agar lahan yang selama ini tempat bercocok tanam bisa di kembalikan.
“Kami meminta dan menggantungkan harapan kepada Gubenur Sumsel, agar dapat mengembalikan lahan kami sehingga kami dapat bercocok tanam dengan aman dan mempunyai dasar hukum yang sah,” harapnya.
Sementara itu, aksi ini diterima langsung oleh Gubernur Sumsel, H Herman Deru. Deru mengatakan akan meminta data yang akurat terlebih dahulu terkait yang sampaikan oleh masyarakat untuk ditindaklanjuti.
“Kita lakukan pengecekan ke lapangan bersama ATR BPN dan dinas terkiat lainnya terkait hal tersebut,” pungkas Deru saat menerima para pengunjuk rasa.
Adapun tuntunan dalam aksi unjuk rasa, yakni : (1) Kembalikan Lahan kami yang sudah memiliki izin dari KLHK RI tersebut untuk kami manfaatkan sebagaimana mestinya (KTH Karya Bersama), (2) pecat oknum Kepala UPTD KPH (Kesatuan Pengelolaan Hutan) wilayah III Palembang-Banyuasin, (3) Pecat dan tindak tegas apabila ada indikasi oknum aparat yang bermain dan mendukung mafia tanah dalam persoalan ini, dan (4) bebaskan Kelompok Tani Hutan Karya Bersama. (andre)