Kehilangan Air Dalam Sistem Penyediaan Air Minum

oleh
oleh

detektifswasta.xyz – Indonesia

Oleh: Ir. A. Sudirman, MM (Pembina Detektif Swasta)

PDAM sangat memperhatikan masalah kehilangan air atau secara umum masalah air yang tidak terjual (unaccounted for water, UFW).

Berbagai usaha dan kajian telah dilakukan untuk menekan tingkat kehilangan air tersebut. Usaha dan kajian dilakukan secara berkelanjutan dan hasilnya didokumentasikan, misalnya, dalam bentuk museum/penyimpanan barang-barang bekas dari hasil observasi kebocoran air.

Usaha penurunan kehilangan air dilakukan secara menyeluruh mencakup aspek teknis, operasional, administrative dan sosial. Usaha-usaha yang dilakukan selama ini. Tingkat UFW setinggi dengan target 25% yang ditetapkan atau dianjurkan oleh pemerintah.

Adalah tugas dan kewajiban PDAM untuk menjamin bahwa keluarnya air dari jaringan hanya terjadi pada titik-titik sambungan yang resmi (sambungan legal), misalnya, pelanggan yang membayar pemakaian airnya, pelanggan yang dibebaskan dari pembayaran rekening air, aktivitas kota seperti dalam hal pemadaman kebakaran dan penyiraman tanaman.

Perbedaan anatara jumlah air yang diproduksi dengan air yang dimanfaatkan secara legal adalah akibat kebocoran (leakage) dan pemakaian illegal. Jumlah air tersebut dinamakan kehilangan air (water lost).

Istilah penting lainnya adalah air yangtidak dapat diuangkan atau tidak terjual (unaccounted of water) yang didefinisikan oleh Walski (1984) sebagai perbedaan antara air yang diproduksi dengan pemakaian air yang tercatat pada meterair pelanggan. Air yang tidak terjual tersebut meliputi air yang hilang (water lost), air yangan dimanfaatkan tanpa meterair, dan jumlah netto air yang pada saat pembacaan meterair diabaikan, dsb.

Tampak disini pentingnya membedakan dan memahami pengertian-pengertian unaccounted ofe water (UFW), air yang hilang (lost water), kebocoran air (leakage), sambungan illegal, dan air yang dimanfaatkan untuk keperluan umum.

Air bocor dari sistem jaringan pipa distribusi melalui lubang kecil atau patahan yang besarnya terlihat sebagai aliran kecil pada pipa-pipa utama dan pipa retikulasi atau sebagai tetesan air pada sambungan-sambungan pipa diameter kecil seperti pada meterair dan alat-alat plumbing.

Kebocoran pipa utama dimaksudkan sebagai kebocoran yang berasal dari pecahnya dinding pipa-pipa induk dan ini dibedakan dengan yang dimaksudkan sebagai kebocoran pada sambungan pipa (joint leak).

Atau kebocoran pipa sambungan rumah (service leak). Kebocoran pipa utama dan kebocoran sambungan pipa memerlukan penggalian tanah dan clamp atau potongan penggalan pipa apabila akan memperbaiki kebocoran tersebut, sedangkan kebocoran pada hidran atau boks meterair seringkali dapat memperbaiki dengan cara mengencangkan atau mengganti fitting-fittingnya.

Dalam rangka menekan tingkat kehilangan airnya. PDAM menangani kebocoran air memang sangat intensif baik dari aspek teknis, operasional, administrative, maupun aspek sosialnya.

Menyusun program usaha perbaikan pipa pecah atau usaha penurunan kebocoran air tanpa mengetahui penyebab utama pecahnya pipa atau kebocoran tersebut.

Akan tetapi seringkali satu kebocoran disebabkan oleh masalah yang cukup rumit, sebagai contoh, suatu pipa mungkin pecah akibat beban luar berlebihan tetapi titik pecahnya berada pada lapisan tanah yang berupa bongkahan tanah liat.

Hal yang serupa, pukulan air (water hammer) mungkin dapat mengakibatkan kebocoran pada suatu sambungan yang dipasang tidak cukup kuat selama kontruksi. Penyebab lain kebocoran akibat korosi.
Pipa pecah dan kebocoran besar terjadi beberapa saat setelah pemasangan pipa tersebut menunjukkan bahwa kemungkinan (1) ada kerusakan manufaktur, (2) pipa rusak selama pengangkutan, atau (3) pipa diletakkan tidak benar (kasus pipa terletak dilokasi rawan longsor).

pelapisan pasir dan pengurukan tanah yang salah dapat menyebabkan kebocoran karenabeban luar pada pipa tidak dapat terdistribusi secara merata bagaimana dihitung saat perencanaan. Batu dan bongkahan tanah keras dalam lapisan tanah urug merupakan penyebab masalah tersebut.

Water hammer juga dicatat sebagai penyebab pecahnya pipa pada PDAM, akan tetapi sejauh pipa itu cukup kuat tidak akan bermasalah dengan water hammer apabila pipa tersebut tidak akan mengalami penurunan kualitas secara drastis akibat korosi atau kesalahan dalam pemasangan. Water hammer lebih sering menyebabkan kebocoran pada sambungan-sambungan (joint) dekat belokan (bends) yang dalam hal ini pipa tidak dipasang cukup kencang dan kuat.

Kebocoran semacam ini sering tampak saat-saat setelah terjadi pemadaman kebakaran dengan hidran air atau kejadian lainnya yang dalam hal ini water hammer telah terjadi. Kebocoran relatif besar pada sambungan-sambungan dalam areal tertentu merupakan indikasi perlunya thrust block atau penguat pipa tambahan lainnya seperti tie rods dan joint clamps.

Korosi adalah sumber penyebab bocornya pipa yang paling sering ditemukan pada pipa jenis metal. Metal cenderung akan kembali pada bentuk bijihnya. Bilamana dalam keadaan kering dan memiliki resistivitas tinggi, proses tersebut dapat diperlambat. Akan tetapi, tanah yang basah, dengan potensial redox tinggi dan resistivitas rendah, proseskorosi akan berlangsung semakin cepat pada kondisi semacam itu. Proses korosi akan melepaskan elemen metal dari pipa, menghasilkan arang (karbon) pada pipa tersebut dalam suatu proses yang dikenal graphitisasi (graphitization). Sehingga pipa akan terlihar seoerti dalam keadaan normal saja, akan tetapi kenyataannya tidak sekuat sebelum terjadinya korosi (kropos).

UFW dan air yang hilang biasanya dinyatakan dalam prosentase terhadap produksi air total, akan tetapi apabila nilai-nilai tersebut dibandingkan antara satu sistem dengan sistem yang lainnya dapat memberikan gambaran yang menyesatkan. Sebagai contoh, beberapa perusahaan air minum tidak memasang meterair pada setiap kran-kran umum, perusahaan lain memasukkan estimasi penggunaan air untuk pemadam kebakaran dan kran-kran umum sebagai accounted for water, sementara iu perusahaan lainnya lagi hanya memasang meterair pada bagian pelanggannya.

Identifikasi semua komponen penggunaan air dan kehilangan dan kuantiifikasi setiap komponen tersebut adalah sangat penting.

Kemampuan untuk mengulang atau mengecek dan recek kegiatan tersebut serta melakukan pengujiannya setiap saat diperlukan, akan merupakan kebutuhan dimasa mendatang yang penting sekali.

Dengan kata lain, telah disadari bahwa problem UFW harus diatasi, kemungkinan terjadinya UFW (Unaccounted For Water) harus dihambat dan kemampuan untuk memecahkan masalah tersebut apabila terulang lagi harus ada dalam bentuk sistem yang canggih, computerized bilamana perlu,

Langkah Pertama : Identifikasi Semua meterair yang tidak berfungsi baik harus teridentifikasi, diganti dengan yang baru atau diperbaiki. Problem pipa harus diidentifikasi dan diperbaiki atau diganti yang baru.

Kegiatan pada tahap pertama semacam ini mungkin mengurangi UFW secara mencolok antara 5-10 persen.
Langah Kedua : Data Base, Pengembangan atau aplikasi sistem manajemen billing dengan menggunakan perangkat lunak seperti GIS dan MIS.

Dengan sistem perangkat lunak seperti itu, bermacam problem manajemen dapat diidentifikasi dengan mudah, misalnya, salah ketik, salah input data, adanya sambungan baru, pemutusan sambungan, dsb.

Langkah Ketiga : Manajemen dan Studi Teknis, Sistem GIS dan MIS diaplikasikan di lapangan dipadukan dengan sistem analisis jaringan distribusi dengan membuat zoning-zoning distribusi air.

Penerapan sistem semacam ini akan memperbaiki keandalan dan efektifitas komponen jaringan distribusi air dan lebih lanjut dapat memberikan efek nyata dalam reduksi UFW kurang lebih 10-20 persen.

Langkah Keempat : Studi Pilot, Tujuan Utama studi pilot adalah untuk mengkalibrasi suplai air pada suatu zoning distribusi dan untuk mengupgrade sistem perangkat lunak (GIS, MIS dan Distribution Analysis) yang akan diterapkan secara keseluruhan dalam areal suplai air minum.

Suatu metode holistik step-demi-step diharapkan dapat diterapkan untuk menurunkan UFW dalam perusahaan air minum.

Dari studi kasus yang intensif dilakukan di manca Negara, dalam waktu kurang lebih 3 tahun, reduksi UFW dari 30% menjadi sekitar 12-15% dapat dicapai. Nilai UFW antara 10-15% ini diyakini merupakan tingkat kebocoran teknis atau kehilangan air (water lost) yang tidak dapat dikurangi lagi. (Ir. A. Sudirman)