detektifswasta.xyz – Indonesia
Perkerasan beton semen merupakan perkerasan yang menggunakan semen sebagai
bahan ikat sehingga mempunyai tingkat kekakuan yang relatif cukup tinggi khususnya bila
dibandingkan dengan perkerasan aspal (Perkerasan lentur/fleksibel), karenanya dikenal dan
disebut sebagai perkerasan kaku atau rigid pavement.
Modulus Elastisitas (E) merupakan salah satu parameter yang menunjukkan tingkat
kekakuan konstruksi dan dapat dipergunakan sebagai acuan ilustrasi tingkat kekakuan
konstruksi perkerasan. Pada perkerasan aspal (lentur/fleksibel), modulus elastisitas rata-rata (E-
ra) berkisar pada besaran 4.000 MPa, sedangkan pada perkerasan beton semen (kaku/rigid),
modulus elastisitas rata-rata (E-ra) berkisar pada besaran 40.000 MPa atau 10 kali lipat dari
perkerasan aspal. Perkerasan beton semen mulai dipergunakan di Indonesia secara lebih
meluas pada tahun 1985.
Beberapa jalan tol telah dibangun dengan menggunakan perkerasan beton semen,
diantaranya adalah Jakarta Intra Urban Ring Road, Jakarta Outer Ring Road, Tangerang-Merak,
Padalarang-Cileunyi, Ujungpandang dan lain-lain.
beberapa faktor pendorong (menyertai rekomendasi Tim) digunakannya konstruksi
perkerasan beton semen yang lebih meluas (1985) adalah biaya “life cycle” yang relatif lebih
murah; tidak terlalu peka terhadap “kelalaian” pemeliharaan; tidak terlalu peka terhadap
“kelalaian” pemanfaatan (overload) peningkatan pemanfaatan produksi dalam negeri khususnya
semen; tingkat kegagalan yang relatif lebih kurang dibandingkan dengan konstruksi perkerasan
aspal dan lain sebagainya.
Saat ini paling tidak dikenal ada 5 jenis perkerasan beton semen yaitu : 1) Perkerasan
beton semen “tanpa tulangan dengan sambungan” atau join unreinforced (plain) concrete
pavement”. 2) Perkerasan beton semen “dengan tulangan dengan sambungan” atau join
reinforced concrete pavement”. 3) Perkerasan beton semen “bertulang tanpa sambungan”atau
“continuous reinforced concrete pavement”. 4) Perkerasan beton semen “prestressed” atau
“prestressed concrete pavement”. 5) Perkerasan beton semen “bertulang fiber” atau “fiber
reinforced concrete pavement”
Dari nama konstruksi yang diberikan yaitu perkerasan Beton Semen, mudah dipahami dan
terbayang bahwa konstruksi tersebut merupakan suatu konstruksi (perkerasan) dengan bahan
baku agregat dan menggunakan semen sebagai bahan ikatnya. Satu lapis beton semen mutu
tinggi (sesuai dengan kelasnya) pada konstruksi perkerasan beton semen ini merupakan
konstruksi utama.
Sebagai konstruksi utama dari konstrusi perkerasan beton semen tersebut adalah berupa
satu lapis beton semen mutu tinggi. Sedangkan lapis pondasi bawah (subbase berupa cement
treated subbase maupun granural subbase) bukanlah merupakan komponen konstruksi utama,
tetapi sekedar berfungsi sebagai konstruksi pendukung/pelengkap.
Untuk keperluan konstruksi jalan umum, pada umumnya konstruksi perkerasan beton
yang digunakan adalah selapis beton semen mutu tinggi (flextural strengh) sekitar 45 kg/cm 2 atau
kuat tekan sekitar 350 kg/cm 2 ) dengan tebal sekitar 25 cm mempunyai kapasitas atau daya
tamping sekitar 8,0 juta repetisi standar axle load (cukup tinggi). Dengan ekivalensi secara kasar,
konstruksi perkerasan beton semen setebal 25 cm tersebut dapat disetarakan dengan konstruksi
perkerasan aspal setebal sekitar 55 cm.
Dibandingkan dengan konstruksi aspal, konstruksi beton semen lebih tinggi tingkat
ketahanannya terhadap proses pelapukan baik karena cuaca ataupun air. Sebagaimana
diketahui bahwa aspal relatif lebih banyak mengandung bahan organik; dan makin banyak
kandungan komponen organik, makin menurun daya tahannya terhadap proses pelapukan baik
berupa “weathening process” maupun “aging process”. Dengan demikian secara relativitas dapat
dikatakan bahwa perkerasan beton semen lebih awet (terhadap pelapukan) daripada perkerasan
aspal.
Pada dasarnya, kegiatan pemeliharaan konstruksi dilakukan dalam rangka menghambat
laju kerusakan dan konstruksi tersebut. Laju kerusakan konstruksi secara umum/normal
diakibatkan oleh 2 penyebab utama yaitu akibat proses pelapukan ataupun penuaan
(‘weathering’ atau ‘aging’) dan proses keausan (dan kerusakan lain) karena
pemakaian/pemanfaatan. Perkerasan beton semen relatif bermutu lebih tinggi dari pada
perkerasan aspal. Dengan demikian perkerasan beton semen membutuhan kegiatan
pemeliharaan yang lebih ringan atau paling tidak lebih jarang dari pada perkerasan aspal.
Dibandingkan dengan konstruksi perkerasan aspal, perkerasan beton semen memerlukan
biaya konstruksi awal lebih tinggi, biaya pemeliharaan lebih rendah dan biaya total (Life Cycle
Cost) lebih rendah. (Sumber : Perkerasan Jalan Beton Semen, Mohamad Aly, 2004)
Oleh : Achmad Sudirman
Penulis adalah Mantan Kadis PU OKUS