Hampir Tembus Rp 6.000 Triliun, Utang Pemerintah Dinilai Masih Aman?

oleh
Detektifswasta.xyz

Merebaknya wabah corona membuat pemerintah harus mencari utang untuk menutupi pembiayaan anggaran. Hingga November sampai Desember lalu, total utang pemerintah pusat pun mencapai Rp 5.910,64 triliun, nyaris tembus Rp 6.000 triliun.

Utang yang berasal dari Surat Berharga Negara (SBN) domestik atau dengan denominasi rupiah sebesar Rp 3.891,92 triliun, jauh lebih banyak dibandingkan dengan SBN valuta asing atau valas yang sebesar Rp 1.193,12 triliun.

Pengamat pasar modal, Profesor Adler Manurung, mengatakan langkah pemerintah yang mengajukan sejumlah utang hingga membuat total utang pemerintah bertambah masih dianggap aman. Sebab rasionya terhadap produk domestik bruto (PDB) masih aman.

Dia mengatakan, jika rasio utang terhadap PDB Indonesia baru 30 persen, tidak perlu dikhawatirkan. Karena sejumlah negara besar memiliki rasio utang lebih besar.

“Bila rasio ini dibandingkan dengan negara Amerika Serikat, Jepang, dan beberapa negara lain maka angka kita jauh lebih rendah. Jadi kita tidak perlu khawatir,” kata dia, Kamis (31/12).

Sebelumnya, Menteri Keuangan Sri Mulyani memang mengatakan hingga akhir November lalu, rasio utang pemerintah pusat mencapai 38,13 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB). Rasio ini juga lebih besar dari November 2019 yang hanya 30,03 persen dari PDB.

Meski demikian, rasio utang tersebut masih dinilai aman, lantaran masih di bawah batasan yang diperbolehkan oleh Undang-Undang Keuangan Negara sebesar 60 persen dari PDB.

Selain dilihat dari rasio utang terhadap PDB, permasalah utang pemerintah juga perlu diperhatikan dari segi perusahaan dengan ukuran Utang terhadap asset perusahaan yang dikenal dengan leverage perusahaan.

Data yang beredar, aset pemerintah melebihi Rp 10.000 triliun. Jika benar, artinya rasio utang terhadap aset kurang dari 30 persen, sangat kecil.

“Jika dikaitkan dengan teori MM (Modigliani Miller) yang menyatakan rasio debt to total asset bisa mencapai 99 persen, berarti total utang saat ini tidak menjadi persoalan. Yang penting perusahaan bisa mengelola arus kasnya,” ujar dia.

Selanjutnya, bila dikaitkan dengan Pecking Order Theory, menurut Adler, maka melakukan pinjaman sebanyak mungkin pun tidak masalah. Asalkan tax-shield lebih tinggi dari bankruptcy cost.

“Jadi sudah benar tindakan pemerintah sekarang. Berdasarkan uraian tersebut maka apa yang perlu kita ragukan” tuturnya. (Ril/el)